Pages

Kamis, 15 Oktober 2015

Adat Istiadat Pernikahan Sunda

Diposting oleh Unknown di 17.38 0 komentar
PENDAHULUAN
Orang Indonesia jika menikah niscaya tak pernah meninggalkan adatnya. Kalau tak mengikuti adat dari pengantin pria, niscaya ikut adat pengantin wanita. Termasukadat pernikahan Sunda .
Dalam adat pernikahan Sunda hampir sama dengan adat pernikahan daerah lainnya. Dimulai dengan meminta izin kedua orangtua melalui pengajian. Dilanjutkan dengan siraman lalu prosesi pernikahan.
Hanya saja setiap daerah bhineka dalam mengartikannya. Inti dari pernikahan itu sejatinya sama yaitu ingin mendapat restu dari orangtua dan masyarakat luas.

Adat Pernikahan sebelum menikah
1.     Nendeun among, yaitu yaitu bertamunya calon pengantin pria kerumah calon pengantin wanita buat meminta izin.

2.     Narosan / ngalamar / nyeureuhan, yaitu pengantin pria membawa lamareun (lamaran) dan beberapa barang keperluan wanita seperti seperangkat baju wanita dan uang.

3.    Setelah itu dilakukan seserahan ( nyandakeun ) biasanya diadakan 3-7 hari sebelum menikah yaitu penyerahan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita. 

4.    Ngencegkeun aisan, yaitu upacara dilakukan sehari sebelum akad nikah. Prosesi ini dilakukan buat symbol lepasnya tanggung jawab orangtua kepada anaknya.

5.    Ngaras, yaitu membasuh kedua telapak orangtua symbol berbaktinya anak kepada orangtua.

6.    Pada pengantin perempuan, dilanjutkan dengan prosesi adat siraman nan dicampur dengan air kembang tujuh rupa sebagai simbol, bahwa menuju gerbang pernikahan haruslah suci. Karena itu harus diawali dengan tubuh dan niat nan kudus juga.

7.    Setelah prosesi siraman, pengantin wanita haruslah mengikuti adat Ngerik, yaitu mengerik semua bulu-bulu dan menghilangkannya di sekitar paras agar riasannya menjadi lebih baik lagi.

Adat Pernikahan sesudah Menikah
Setelah mengikuti berbagai macam prosesi sebelum menikah, maka tibalah prosesi adat menuju pernikahan.
1.     Calon pengantin pria dibawa menuju kediaman calon pengantin wanita nan diawali dengan pembukaan.
2.      Lalu penyerahan calon pengantin pria pada calon pengantin wanita.
3.     Dilanjutkan dengan akad nikah nan dicatat oleh KUA, menyerahkan mas kawin, lalu minta ampun pada kedua orangtua atau sungkeman.
4.     Adat setelah ijab-qabul ialah sawer pengantin nan dalam bahasa sunda disebut dengan panyaweran dengan maksud agar rumah tangga mendapat kemudahan.
5.     nincak endog /injak telur nan artinya gadis nan dinikahi masih gadis atau perawan.
6.      meuleum haruput (membakar lidi) sebagai simbol agar jangan mudah bertengkar dan sabar dalam memecahkan persoalan, buka pintu sebagai simbol diterimanya suami dalam kehidupan istri.
7.     huap lingkung, yaitu prosesi ditemukannya pengantin pria dan wanita dalam satu kamar.
8.     Terakhir ialah melepaskan sepasang burung merpati sebagai symbol kedua pengantin akan mengarungi kehidupan baru



Tata cara adat pernikahan sunda
Pernikahan memang satu upacara sakral nan diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak sekali bentuknya dari nan paling simple, dan nan ribet sebab menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda dapat dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya nan diwarnai dengan humor tapi tak menghilangkan perbedaan makna sakral dan khidmat.
1. Nendeun Omongan
Tahap ini ialah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai atau siapapun nan dipercaya jadi utusan pihak pria nan punya planning mempersunting seorang gadis sunda. Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar.
Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan buat menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat buat ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis buat menyampaikan niat.
Intinya, neundeun omong(titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji)yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.


2. Lamaran
Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari termin pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin keluarga sunda dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan nan pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya.
Membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), dapat berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari nan baik buat melangsungkan pernikahan.


3. Tunangan
Tahap ini ialah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang rona pelangi atau polos kepada si gadis.


4. Seserahan
3 – 7 hari sebelum pernikahan dilakukan seserahan. Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.


5. Ngeuyeuk Seureuh
Jika ngeuyeuk seureuh tak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah. Termin ini dilakukan sebagai berikut:
  1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin buat menikah kepada orangtua mereka.
  2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol asa hayati sejahtera bagi sang mempelai.
  3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat buat saling memupuk kasih sayang.
  4. Kain putih epilog pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga nan higienis dan tidak ternoda. Menggotong dua perangkat baju di atas kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
  5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan hati dan perasaan wanita nan halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan bisa menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping nan dipegang oleh calon pengantin wanita.
  6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal nan sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.
  7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang nan berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.
  8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang nan jelek dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hayati baru.
  9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari nan diterangi matahari dan asa akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.


6.Membuat Lungkun
Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu nan hadir. Maknanya, agar kelak rejeki nan diperoleh bila hiperbola bisa dibagikan kepada saudara dan handai taulan.

7. Saweran
Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai nan dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan.
Kata sawer berasal dari kata panyaweran, nan dalam bahasa Sunda berarti loka jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari loka berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.
Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor nan diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, permen.
Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin nan menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen.
Bahan-bahan nan diperlukan dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud nan hendak disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :
  1. Beras nan mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah setelah berumah tangga pengantin dapat hayati makmur
  2. Uang recehan mengandung simbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim
  3. Kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya hayati berumah tangga.
  4. kunyit, sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hayati berumah tangga dapat meraih kejayaan.


8. Membakar Harupat
Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat nan sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi nan di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh-jauh.
Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai buat senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air ialah buat mendinginkan setiap persoalan nan membuat pikiran dan hati suami tak nyaman.

ANALISIS
Dari proses sebelum pernikahan dan saat pernikahaan pada Adat Sunda terlihat betapa sakralnya budaya yang diterapkan. Tata cara pernikahan Adat Sunda ini memang sudah turun-temurun sejak dahulu, Upacara Adat Pernikahan disetiap daerah memang sudah mendarah daging pada negara kita ini, bahkan tidak hanya Upacara Pernikahan, ada juga Upacara Adat Khitanan, Upacara Adat Akikah dan acara penting lainnya.

Kita sebagai warga negara Indonesia harus tetap melestarikan budaya-budaya yang sudah menjadi ciri khas Negara kita ini, kita harus bangga kepada Negara Indonesia yang kaya akan Adat-Istiadat nya yang kental dan sakral.



Refrensi :
 http://www.binasyifa.com/469/46/26/tata-cara-adat-pernikahan-sunda.htm
http://www.ngunduhmantu.com/pernikahan-adat-sunda/

Selasa, 16 Juni 2015

perbedaan skripi, tesis, disertasi

Diposting oleh Unknown di 06.10 0 komentar

Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Secara umum, perbedaan antara skripsi, tesis, dan disertasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Dari aspek kuantitatif, secara literal dapat dikatakan bahwa disertasi lebih berat bobot akademisnya daripada tesis dan tesis lebih berat bobot akademisnya daripada skripsi. Ketentuan ini hanya dapat diberlakukan untuk jenis karya ilmiah yang sama (sama-sama hasil penelitian kuantitatif atau sama-sama hasil penelitian kualitatif; dan dalam bidang studi yang sama pula (misalnya sama-sama tentang bahasa atau sama-sama tentang ekonomi). Artinya, disertasi mencakup bahasan yang lebih luas daripada tesis, dan tesis mencakup bahasan yang lebih luas atau lebih dalam daripada skripsi. Namun ukuran kuantitas ini tidak dapat diberlakukan jika skripsi, tesis, dan disertasi dibanding-bandingkan antarbidang studi atau antarjenis penelitian. Oleh karena itu perbedaan skripsi, tesis, dan disertasi biasanya tidak hanya dilihat dari aspek kuantitatif, tetapi lebih banyak dilihat dari aspek kualitatif.
Pada dasarnya, aspek-aspek kualitatif yang membedakan skripsi, tesis, dan disertasi dapat dikemukakan secara konseptual, namun sulit untuk dikemukakan secara operasional. Berikut dikemukakan aspek-aspek yang dapat membedakan skripsi, tesis, dan disertasi, terutama yang merupakan hasil penelitian kuantitatif.

Aspek Permasalahan
Penulis disertasi dituntut untuk mengarahkan permasalahan yang dibahas dalam disertasinya agar temuannya dapat memberikan sumbangan "asli" bagi ilmu pengetahuan, sedangkan penulis tesis diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Sumbangan yang demikian itu tidak dituntut dari penulis skripsi.
Identifikasi masalah untuk skripsi dapat didasarkan atas informasi dari koran, majalah, buku, jurnal, laporan penelitian, seminar, atau keadaan lapangan, akan tetapi identifikasi masalah untuk tesis—terlebih lagi untuk disertasi—perlu didasarkan atas teori-teori yang berasal dari sejumlah hipotesis yang telah teruji. Masalah yang dikaji dalam skripsi cenderung pada masalah-masalah yang bersifat penerapan ilmu, sedangkan dalam tesis dan disertasi harus cenderung ke arah pengembangan ilmu.

Aspek Kajian Pustaka
Dalam mengemukakan hasil kajian pustaka, penulis skripsi hanya diharapkan untuk menjelaskan keterkaitan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian-penelitian lain dengan topik yang sama. Penulis tesis tidak hanya diharapkan mengemukakan keterkaitannya saja, tetapi juga harus menyebutkan secara jelas persamaan dan perbedaan antara penelitiannya dengan penelitian lain yang sejenis. Penulis disertasi diharapkan dapat (a) mengidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas, (b) mengemukakan pendapat pribadinya setiap kali membahas hasil-hasil penelitian lain yang dikajinya, (c) menggunakan kepustakaan dari disiplin ilmu lain yang dapat memberikan implikasi terhadap penelitian yang dilakukan, dan (d) memaparkan hasil pustakanya dalam kerangka berpikir yang konseptual dengan cara yang sistematis.
Pustaka yang dijadikan sumber acuan dalam kajian pustaka pada skripsi seyogyanya menggunakan sumber primer dan dapat juga menggunakan sumber sekunder, namun pustaka yang menjadi bahan acuan dalam tesis diharapkan berasal dari sumber-sumber primer (hasil-hasil penelitian dalam laporan penelitian, seminar hasil penelitian, dan jurnal-jurnal penelitian). Untuk disertasi, penggunaan sumber primer merupakan keharusan.

Aspek Metodologi Penelitian
Penulis skripsi dituntut untuk menyebutkan apakah sudah ada upaya untuk memperoleh data penelitian secara akurat dengan menggunakan instrumen pengumpul data yang valid. Bagi penulis tesis, penyebutan adanya upaya saja tidak cukup. Dia harus menyertakan bukti-bukti yang dapat dijadikan pegangan untuk menyatakan bahwa instrumen pengumpul data yang digunakan cukup valid. Bagi penulis disertasi, bukti-bukti validitas instrumen pengumpul data harus dapat diterima sebagai bukti-bukti yang tepat.
Dalam skripsi, penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tidak harus dikemukakan, sedangkan dalam tesis dan terlebih lagi dalam disertasi penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data harus dikemukakan, beserta alasan-alasannya, sejauh mana penyimpangan tersebut, dan sejauh mana penyimpangan tersebut masih dapat ditoleransi.
Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam skripsi tidak harus diverifikasi dan tidak harus disebutkan keterbatasan keberlakuannya, sedangkan asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam tesis, terlebih lagi dalam disertasi, harus diusahakan verifikasinya dan juga harus dikemukakan keterbatasan keberlakuannya.
Dalam penelitian kuantitatif, skripsi dapat mencakup satu variabel saja, tesis dua variabel atau lebih, sedangkan disertasi harus mencakup lebih dari dua variabel. Namun kriteria ini harus disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam penelitian kualitatif, skripsi dapat ditulis berdasarkan studi kasus tunggal dan dalam satu lokasi saja, sedangkan tesis dan terutama disertasi seyogyanya didasarkan pada studi multikasus dan multisitus.

Aspek Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dipaparkan dalam kesimpulan skripsi harus didukung oleh data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Dalam tesis dan disertasi, hasil penelitian yang dikemukakan, selain didukung oleh data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, juga harus dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang sejenis. Oleh karena itu dalam tesis dan disertasi perlu ada bab tersendiri yang menyajikan pembahasan hasil penelitian. Bab yang berisi pembahasan hasil penelitian diletakkan sesudah bab yang berisi sajian hasil analisis data, sebelum bab yang berisi kesimpulan dan saran.
Pengajuan saran pada bagian akhir skripsi tidak harus dilengkapi dengan argumentasi yang didukung oleh hasil penelitian, sedangkan saran-saran yang dikemukakan dalam tesis dan disertasi harus dilengkapi dengan argumentasi yang didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
Hasil penelitian skripsi yang ditulis dalam bentuk artikel hendaknya diarahkan untuk da¬pat diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang bermutu, sedangkan hasil penelitian tesis dan disertasi harus memenuhi kualifikasi layak terbit dalam jurnal ilmiah yang bermutu.

Aspek Kemandirian

Selain didasarkan pada keempat aspek tersebut, skripsi, tesis, dan disertasi juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kemandirian mahasiswa dalam proses pelaksanaan penelitian dan penulisan naskah karya ilmiah. Secara umum dapat dinyatakan bahwa proses penelitian dan penulisan disertasi lebih mandiri daripada tesis, dan proses penelitian dan penulisan tesis lebih mandiri daripada skripsi. Secara kuantitatif dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk disertasi kira-kira 90% dari naskah tersebut adalah karya asli mahasiswa penulisnya, sedangkan sisanya (10%) merupakan cerminan dari bantuan, bimbingan, serta arahan para dosen pembimbing. Untuk tesis, persentase karya asli mahasiswa bisa lebih kecil daripada disertasi; dan untuk skripsi, persentase karya asli mahasiswa bisa lebih kecil daripada tesis.

kisah nyata pasangan suami-isteri khatolikyang masuk islam

Diposting oleh Unknown di 06.02 0 komentar
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan, “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.

Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.

Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.

Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa.”

“Papah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya,” lanjutnya.

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.

Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”

“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono.

“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar ‘bisikan’ yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu ‘bisikan’ kedua terdengar, bahwa setelah adzan Maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup adzan Maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.”

Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.
Sepeninggal Rio ...

Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”

Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah.

Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?”
“Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000.

Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bermimpi bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan dalam mimpinya, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat Agnes tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Al Quran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap, “Astaghfirullah…”

Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah, terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono.

“Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih.

Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.

Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam ...

Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat.

Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.

Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
========================================================================
- (Profil Bapak Martono dan Ibu Agnes juga bisa disimak di Situs Pondok Pesantren Baitul Hidayat (http://baitulhidayah.org/profil-pewakaf/) yang merupakan wakaf dari mereka berdua) -

By : Muhammad Yasin. Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32

.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..

… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …


…. Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….



sumber: http://lampuislam.blogspot.ae/2014/01/kisah-nyata-pasangan-suami-istri.html

Adat Istiadat Pernikahan Sunda

0

PENDAHULUAN
Orang Indonesia jika menikah niscaya tak pernah meninggalkan adatnya. Kalau tak mengikuti adat dari pengantin pria, niscaya ikut adat pengantin wanita. Termasukadat pernikahan Sunda .
Dalam adat pernikahan Sunda hampir sama dengan adat pernikahan daerah lainnya. Dimulai dengan meminta izin kedua orangtua melalui pengajian. Dilanjutkan dengan siraman lalu prosesi pernikahan.
Hanya saja setiap daerah bhineka dalam mengartikannya. Inti dari pernikahan itu sejatinya sama yaitu ingin mendapat restu dari orangtua dan masyarakat luas.

Adat Pernikahan sebelum menikah
1.     Nendeun among, yaitu yaitu bertamunya calon pengantin pria kerumah calon pengantin wanita buat meminta izin.

2.     Narosan / ngalamar / nyeureuhan, yaitu pengantin pria membawa lamareun (lamaran) dan beberapa barang keperluan wanita seperti seperangkat baju wanita dan uang.

3.    Setelah itu dilakukan seserahan ( nyandakeun ) biasanya diadakan 3-7 hari sebelum menikah yaitu penyerahan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita. 

4.    Ngencegkeun aisan, yaitu upacara dilakukan sehari sebelum akad nikah. Prosesi ini dilakukan buat symbol lepasnya tanggung jawab orangtua kepada anaknya.

5.    Ngaras, yaitu membasuh kedua telapak orangtua symbol berbaktinya anak kepada orangtua.

6.    Pada pengantin perempuan, dilanjutkan dengan prosesi adat siraman nan dicampur dengan air kembang tujuh rupa sebagai simbol, bahwa menuju gerbang pernikahan haruslah suci. Karena itu harus diawali dengan tubuh dan niat nan kudus juga.

7.    Setelah prosesi siraman, pengantin wanita haruslah mengikuti adat Ngerik, yaitu mengerik semua bulu-bulu dan menghilangkannya di sekitar paras agar riasannya menjadi lebih baik lagi.

Adat Pernikahan sesudah Menikah
Setelah mengikuti berbagai macam prosesi sebelum menikah, maka tibalah prosesi adat menuju pernikahan.
1.     Calon pengantin pria dibawa menuju kediaman calon pengantin wanita nan diawali dengan pembukaan.
2.      Lalu penyerahan calon pengantin pria pada calon pengantin wanita.
3.     Dilanjutkan dengan akad nikah nan dicatat oleh KUA, menyerahkan mas kawin, lalu minta ampun pada kedua orangtua atau sungkeman.
4.     Adat setelah ijab-qabul ialah sawer pengantin nan dalam bahasa sunda disebut dengan panyaweran dengan maksud agar rumah tangga mendapat kemudahan.
5.     nincak endog /injak telur nan artinya gadis nan dinikahi masih gadis atau perawan.
6.      meuleum haruput (membakar lidi) sebagai simbol agar jangan mudah bertengkar dan sabar dalam memecahkan persoalan, buka pintu sebagai simbol diterimanya suami dalam kehidupan istri.
7.     huap lingkung, yaitu prosesi ditemukannya pengantin pria dan wanita dalam satu kamar.
8.     Terakhir ialah melepaskan sepasang burung merpati sebagai symbol kedua pengantin akan mengarungi kehidupan baru



Tata cara adat pernikahan sunda
Pernikahan memang satu upacara sakral nan diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak sekali bentuknya dari nan paling simple, dan nan ribet sebab menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda dapat dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya nan diwarnai dengan humor tapi tak menghilangkan perbedaan makna sakral dan khidmat.
1. Nendeun Omongan
Tahap ini ialah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai atau siapapun nan dipercaya jadi utusan pihak pria nan punya planning mempersunting seorang gadis sunda. Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar.
Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan buat menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat buat ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis buat menyampaikan niat.
Intinya, neundeun omong(titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji)yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.


2. Lamaran
Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari termin pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin keluarga sunda dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan nan pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya.
Membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), dapat berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari nan baik buat melangsungkan pernikahan.


3. Tunangan
Tahap ini ialah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang rona pelangi atau polos kepada si gadis.


4. Seserahan
3 – 7 hari sebelum pernikahan dilakukan seserahan. Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.


5. Ngeuyeuk Seureuh
Jika ngeuyeuk seureuh tak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah. Termin ini dilakukan sebagai berikut:
  1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin buat menikah kepada orangtua mereka.
  2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol asa hayati sejahtera bagi sang mempelai.
  3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat buat saling memupuk kasih sayang.
  4. Kain putih epilog pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga nan higienis dan tidak ternoda. Menggotong dua perangkat baju di atas kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
  5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan hati dan perasaan wanita nan halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan bisa menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping nan dipegang oleh calon pengantin wanita.
  6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal nan sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.
  7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang nan berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.
  8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang nan jelek dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hayati baru.
  9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari nan diterangi matahari dan asa akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.


6.Membuat Lungkun
Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu nan hadir. Maknanya, agar kelak rejeki nan diperoleh bila hiperbola bisa dibagikan kepada saudara dan handai taulan.

7. Saweran
Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai nan dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan.
Kata sawer berasal dari kata panyaweran, nan dalam bahasa Sunda berarti loka jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari loka berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.
Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor nan diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, permen.
Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin nan menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen.
Bahan-bahan nan diperlukan dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud nan hendak disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :
  1. Beras nan mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah setelah berumah tangga pengantin dapat hayati makmur
  2. Uang recehan mengandung simbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim
  3. Kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya hayati berumah tangga.
  4. kunyit, sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hayati berumah tangga dapat meraih kejayaan.


8. Membakar Harupat
Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat nan sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi nan di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh-jauh.
Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai buat senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air ialah buat mendinginkan setiap persoalan nan membuat pikiran dan hati suami tak nyaman.

ANALISIS
Dari proses sebelum pernikahan dan saat pernikahaan pada Adat Sunda terlihat betapa sakralnya budaya yang diterapkan. Tata cara pernikahan Adat Sunda ini memang sudah turun-temurun sejak dahulu, Upacara Adat Pernikahan disetiap daerah memang sudah mendarah daging pada negara kita ini, bahkan tidak hanya Upacara Pernikahan, ada juga Upacara Adat Khitanan, Upacara Adat Akikah dan acara penting lainnya.

Kita sebagai warga negara Indonesia harus tetap melestarikan budaya-budaya yang sudah menjadi ciri khas Negara kita ini, kita harus bangga kepada Negara Indonesia yang kaya akan Adat-Istiadat nya yang kental dan sakral.



Refrensi :
 http://www.binasyifa.com/469/46/26/tata-cara-adat-pernikahan-sunda.htm
http://www.ngunduhmantu.com/pernikahan-adat-sunda/

perbedaan skripi, tesis, disertasi

0

Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Secara umum, perbedaan antara skripsi, tesis, dan disertasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Dari aspek kuantitatif, secara literal dapat dikatakan bahwa disertasi lebih berat bobot akademisnya daripada tesis dan tesis lebih berat bobot akademisnya daripada skripsi. Ketentuan ini hanya dapat diberlakukan untuk jenis karya ilmiah yang sama (sama-sama hasil penelitian kuantitatif atau sama-sama hasil penelitian kualitatif; dan dalam bidang studi yang sama pula (misalnya sama-sama tentang bahasa atau sama-sama tentang ekonomi). Artinya, disertasi mencakup bahasan yang lebih luas daripada tesis, dan tesis mencakup bahasan yang lebih luas atau lebih dalam daripada skripsi. Namun ukuran kuantitas ini tidak dapat diberlakukan jika skripsi, tesis, dan disertasi dibanding-bandingkan antarbidang studi atau antarjenis penelitian. Oleh karena itu perbedaan skripsi, tesis, dan disertasi biasanya tidak hanya dilihat dari aspek kuantitatif, tetapi lebih banyak dilihat dari aspek kualitatif.
Pada dasarnya, aspek-aspek kualitatif yang membedakan skripsi, tesis, dan disertasi dapat dikemukakan secara konseptual, namun sulit untuk dikemukakan secara operasional. Berikut dikemukakan aspek-aspek yang dapat membedakan skripsi, tesis, dan disertasi, terutama yang merupakan hasil penelitian kuantitatif.

Aspek Permasalahan
Penulis disertasi dituntut untuk mengarahkan permasalahan yang dibahas dalam disertasinya agar temuannya dapat memberikan sumbangan "asli" bagi ilmu pengetahuan, sedangkan penulis tesis diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan. Sumbangan yang demikian itu tidak dituntut dari penulis skripsi.
Identifikasi masalah untuk skripsi dapat didasarkan atas informasi dari koran, majalah, buku, jurnal, laporan penelitian, seminar, atau keadaan lapangan, akan tetapi identifikasi masalah untuk tesis—terlebih lagi untuk disertasi—perlu didasarkan atas teori-teori yang berasal dari sejumlah hipotesis yang telah teruji. Masalah yang dikaji dalam skripsi cenderung pada masalah-masalah yang bersifat penerapan ilmu, sedangkan dalam tesis dan disertasi harus cenderung ke arah pengembangan ilmu.

Aspek Kajian Pustaka
Dalam mengemukakan hasil kajian pustaka, penulis skripsi hanya diharapkan untuk menjelaskan keterkaitan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian-penelitian lain dengan topik yang sama. Penulis tesis tidak hanya diharapkan mengemukakan keterkaitannya saja, tetapi juga harus menyebutkan secara jelas persamaan dan perbedaan antara penelitiannya dengan penelitian lain yang sejenis. Penulis disertasi diharapkan dapat (a) mengidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas, (b) mengemukakan pendapat pribadinya setiap kali membahas hasil-hasil penelitian lain yang dikajinya, (c) menggunakan kepustakaan dari disiplin ilmu lain yang dapat memberikan implikasi terhadap penelitian yang dilakukan, dan (d) memaparkan hasil pustakanya dalam kerangka berpikir yang konseptual dengan cara yang sistematis.
Pustaka yang dijadikan sumber acuan dalam kajian pustaka pada skripsi seyogyanya menggunakan sumber primer dan dapat juga menggunakan sumber sekunder, namun pustaka yang menjadi bahan acuan dalam tesis diharapkan berasal dari sumber-sumber primer (hasil-hasil penelitian dalam laporan penelitian, seminar hasil penelitian, dan jurnal-jurnal penelitian). Untuk disertasi, penggunaan sumber primer merupakan keharusan.

Aspek Metodologi Penelitian
Penulis skripsi dituntut untuk menyebutkan apakah sudah ada upaya untuk memperoleh data penelitian secara akurat dengan menggunakan instrumen pengumpul data yang valid. Bagi penulis tesis, penyebutan adanya upaya saja tidak cukup. Dia harus menyertakan bukti-bukti yang dapat dijadikan pegangan untuk menyatakan bahwa instrumen pengumpul data yang digunakan cukup valid. Bagi penulis disertasi, bukti-bukti validitas instrumen pengumpul data harus dapat diterima sebagai bukti-bukti yang tepat.
Dalam skripsi, penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tidak harus dikemukakan, sedangkan dalam tesis dan terlebih lagi dalam disertasi penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data harus dikemukakan, beserta alasan-alasannya, sejauh mana penyimpangan tersebut, dan sejauh mana penyimpangan tersebut masih dapat ditoleransi.
Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam skripsi tidak harus diverifikasi dan tidak harus disebutkan keterbatasan keberlakuannya, sedangkan asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam tesis, terlebih lagi dalam disertasi, harus diusahakan verifikasinya dan juga harus dikemukakan keterbatasan keberlakuannya.
Dalam penelitian kuantitatif, skripsi dapat mencakup satu variabel saja, tesis dua variabel atau lebih, sedangkan disertasi harus mencakup lebih dari dua variabel. Namun kriteria ini harus disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam penelitian kualitatif, skripsi dapat ditulis berdasarkan studi kasus tunggal dan dalam satu lokasi saja, sedangkan tesis dan terutama disertasi seyogyanya didasarkan pada studi multikasus dan multisitus.

Aspek Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dipaparkan dalam kesimpulan skripsi harus didukung oleh data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Dalam tesis dan disertasi, hasil penelitian yang dikemukakan, selain didukung oleh data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, juga harus dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang sejenis. Oleh karena itu dalam tesis dan disertasi perlu ada bab tersendiri yang menyajikan pembahasan hasil penelitian. Bab yang berisi pembahasan hasil penelitian diletakkan sesudah bab yang berisi sajian hasil analisis data, sebelum bab yang berisi kesimpulan dan saran.
Pengajuan saran pada bagian akhir skripsi tidak harus dilengkapi dengan argumentasi yang didukung oleh hasil penelitian, sedangkan saran-saran yang dikemukakan dalam tesis dan disertasi harus dilengkapi dengan argumentasi yang didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
Hasil penelitian skripsi yang ditulis dalam bentuk artikel hendaknya diarahkan untuk da¬pat diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang bermutu, sedangkan hasil penelitian tesis dan disertasi harus memenuhi kualifikasi layak terbit dalam jurnal ilmiah yang bermutu.

Aspek Kemandirian

Selain didasarkan pada keempat aspek tersebut, skripsi, tesis, dan disertasi juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kemandirian mahasiswa dalam proses pelaksanaan penelitian dan penulisan naskah karya ilmiah. Secara umum dapat dinyatakan bahwa proses penelitian dan penulisan disertasi lebih mandiri daripada tesis, dan proses penelitian dan penulisan tesis lebih mandiri daripada skripsi. Secara kuantitatif dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk disertasi kira-kira 90% dari naskah tersebut adalah karya asli mahasiswa penulisnya, sedangkan sisanya (10%) merupakan cerminan dari bantuan, bimbingan, serta arahan para dosen pembimbing. Untuk tesis, persentase karya asli mahasiswa bisa lebih kecil daripada disertasi; dan untuk skripsi, persentase karya asli mahasiswa bisa lebih kecil daripada tesis.

kisah nyata pasangan suami-isteri khatolikyang masuk islam

0

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan, “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.

Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.

Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.

Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa.”

“Papah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya,” lanjutnya.

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.

Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”

“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono.

“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar ‘bisikan’ yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu ‘bisikan’ kedua terdengar, bahwa setelah adzan Maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup adzan Maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.”

Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.
Sepeninggal Rio ...

Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”

Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah.

Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?”
“Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000.

Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bermimpi bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan dalam mimpinya, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat Agnes tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Al Quran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap, “Astaghfirullah…”

Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah, terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono.

“Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih.

Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.

Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam ...

Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat.

Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.

Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
========================================================================
- (Profil Bapak Martono dan Ibu Agnes juga bisa disimak di Situs Pondok Pesantren Baitul Hidayat (http://baitulhidayah.org/profil-pewakaf/) yang merupakan wakaf dari mereka berdua) -

By : Muhammad Yasin. Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32

.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..

… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …


…. Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….



sumber: http://lampuislam.blogspot.ae/2014/01/kisah-nyata-pasangan-suami-istri.html

 

TUGAS KULIAH Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea